Balada Backpacker (bag 1)

Sonson N.S., “Kabayan” yang Menomorsatukan Jalan-jalan

 

TAK sedikit backpacker mengawali hobinya berkat terinspirasi buku atau film. Sonson N.S., bisa jadi salah satunya. Rupanya, komik Tintin yang mengisahkan wartawan dengan petualangan menarik ke berbagai negara di dunia, bukan sekadar jadi bacaan biasa semasa kecil bagi Sonson. Cerita-cerita Tintin begitu menancap di hati dan menjadi salah satu hal yang menginspirasinya untuk melakukan jalan-jalan keliling dunia.

Kini, sudah banyak tempat dikunjungi Sonson. Ia sudah melakukan perjalanan ke beberapa negara di Asia dan hampir seluruh provinsi di Indonesia, dengan bergaya backpacker. Pengalaman jalan-jalan Sonson memang masih terbatas di skala Asia dan masih banyak obsesinya mengunjungi negara-negara lain belum terwujud. Namun demikian, baginya ada kebanggaan dan rasa syukur tersendiri sebab akhirnya ia berhasil mengunjungi Tibet, sebuah tempat yang menjadi impian masa kecilnya.

Yang lucu, Sonson sering dituduh seorang yang tajir, yang kerjanya jalan-jalan melulu. Padahal, ia mengaku seorang biasa saja. Semua bisa diwujudkan oleh lelaki yang sehari-hari bekerja sebagai dosen Kepala Program Studi DKV STISI TELKOM Bandung ini karena travelling telah menjadi gairah yang mengaliri darahnya. Ia rela disiplin menabung, melupakan hasrat membeli ini dan itu, bahkan keluar kerja.

Tak sekadar hobi berjalan-jalan, lulusan DKV STISI TELKOM Bandung yang pernah cukup lama mengecap profesi sebagai graphic designer ini pun rajin membuat laporan perjalanannya di trilogi blog-nya (www.artson.blogspot.com, http://www.artson.multiply.com, dan http://www.artson.wordpress.com), di mana blog-nya kerap diakses oleh para backpacker. Ia juga membuat mailing list yang beralamat di ibackpackerclub@yahoogroups.com, yang kini jumlah anggotanya mencapai 2000 orang. Bukunya yang berjudul Merencanakan Sendiri Jalan-jalan Keliling Dunia pun sudah beredar untuk menjadi panduan para pencinta travelling. Berikut obrolan Kampus dengan lelaki yang biasa di panggil Kang Ocon.

Anda memang pribadi yang gemar berpetualang?

Awalnya karena bawaan keluarga. Saya dari kecil suka diajak bapak jalan-jalan ke Garut, Pangandaran, Yogyakarta, dsb. Cuma tenggang waktu antara SMU dan kuliah, hobi jalan-jalan itu sempat terhenti. Karena tidak ada yang ngajakin dan uang pas-pasan. Tapi jalan-jalan itu memang sudah obsesi, pertamanya karena membaca Tintin. Wah, Tibet itu di mana sih? Wah, pokoknya terngiang-ngiang nancep terus di kepala (tertawa). Ketika mulai berkarier, karena mengajar, kerja di Jakarta, lalu punya uang sendiri jadinya hobi jalan-jalan mulai dijalanin lagi, tapi masih yang dekat-dekat. Eh, keterusan.

Perjalanan pertama “serius” sebagai “backpacker”?

Kalau ke luar negeri, pertamanya karena saya ngebet sekali ke Tibet. Nah, sebelum jauh ke Tibet, kan mulai ke yang lebih dekat dulu. Tahun 2003, saya melakukan perjalanan pertama ke tiga negara, yaitu, Singapura, Thailand, dan Malaysia selama 9 hari dengan Rp 3 juta-an. Itu karena ada kesempatan Air Asia buka promo naik pesawat cuma dengan Rp 0. Dulu beli tiket untuk 7 kali penerbangan, total hanya Rp 350.000,00, hanya untuk pajak saja, wah luar biasa senang sekali.

Langsung saya buat paspor mendadak. Problem-problem yang saya hadapi, bahasa Inggris saya kurang bagus dan tidak tahu mau tidur di mana. Tanpa bekal apa-apa, pokoknya blank. Jalan kaki ke mana-mana pakai insting saja. Kalau ada orang nanya mau ke mana, mau nginep di mana, saya benar-benar tidak tahu karena i just want to travelling. Saya ribet keluar masuk hotel cari yang tarifnya murah. Terus dari Malaysia, Singapura, terus ke Pulau Phi Phi, pertama kali saya melihat bule telanjang, merasakan makanan, bahasa, wah pokoknya macam-macam. Pertama kali perjalanan itu saya suka deg-degan, kalau ketemu imigrasi gemetaran takut dideportasi. Kayak Kabayan saja lah (tertawa). Nah, semakin ke sini semakin berpengalaman, jadi excitement-nya berbeda.

Ada pengalaman menarik apa saja?

Di Bangkok pernah diusir pas ke kuil. Wah kenapa nih, enggak ngerti pula bahasanya apa. Tahunya karena tidak boleh memakai celana pendek. Di Cina, kan agak ribet tuh cari makanan halal. Ya sudah deh saya nanya di mana Mc D, eh kok nggak ada yang ngerti. Tahunya disebutnya Mc Dong. Mau beli sim card, itu ribet-nya setengah mati, dikiranya saya mau beli pulsa atau handphone, sampai saya keluarkan sim card dari handphone-nya, istilahnya pakai bahasa tarzan, baru deh mereka ngerti. Banyak yang lucu soal bahasa karena tidak semua dari mereka bisa berbahasa Inggris dengan baik. Di Tibet juga, ada yang lagi makan di sebelah saya, tiba-tiba ia meludah dengan semangat. Ternyata orang Cina itu hobi meludah. Di Cina juga, toilet umumnya terbuka. Kalau flush, dibarengin, jadi aromanya agak gimana gitu. Kalau buang air besar, tidak ada sekat, jadi kita bisa ngobrol sama sebelah kita. Banyaklah yang konyol, hal-hal shock culture (tertawa), tetapi semua dijalani learning by doing saja.

Bagaimana supaya bisa disiplin menabung?

Coba misalnya ada orang yang gajinya Rp 2 juta sebulan, itu kan sebenarnya orang itu masih bisa nabung kok. Kalau saya pribadi, tidak merokok, minum, tidak punya hobi mahal, tidak suka belanja, biaya gaya hidup yang biasa-biasa saja, jadi saya bisa nabung untuk jalan-jalan. Gaji saya 80%-nya langsung dialokasikan nabung dan beberapa bulan kemudian, saya sudah bisa jalan-jalan lagi. Kalau habis trip, kan tabungan kosong tuh. Nanti nabung lagi. Kuncinya nabung dan hasrat kuat travelling.

Apa kuncinya jalan-jalan hemat?

Sebenarnya semua orang bisa saja melakukan jalan-jalan murah. Kita harus tahu nginep dan makan di mana yang murah. Kalau bisa, cari penginapan yang menyediakan breakfast gratis. Selalu bawa botol minuman, jadi tidak usah beli lagi. Cari celah promo, jadi ke mana-mana kalau bisa murah atau gratisan. Transportasi juga dihemat, misalnya, pakai bus ekonomi, gelantungan juga nggak apa-apa. Saya juga tidur di dormitory yang sekamar berisi 6-8 orang. Saya juga sudah tidur di berbagai bandara. Kalau ditanya, bilang saja ketinggalan pesawat (tertawa). Atau tidur di musala bandara. Setelah beribadah, pakai kopiah, terus tidur, nggak akan diganggu kok (tertawa).

Seperti apa kebiasaan menulis jurnal, sampai akhirnya membuat buku?

Pertama kali kenal blog, suatu kali saya duduk bersebelahan dengan orang Swedia yang sedang membuat catatan perjalanan. Biasanya saya berinternet cuma buka Detik, untuk melihat Persib menang apa tidak (tertawa). Wah, kayaknya asyik juga bikin blog. Awalnya saya hanya ingin cerita di blog bagaimana jalan-jalan keliling Asia Tenggara hanya dengan Rp 3 juta-an. Tidak disangka, tulisan saya banyak yang baca. Blog saya juga sudah dikunjungi lebih dari setengah juta orang. Setelah blog, kemudian saya bikin mailing list. Terus membuat kumpulan tulisan tips untuk buku. Pas pertama kali masukin ke penerbit, tahunya langsung di-approve.

Kalau ada sejumlah uang, lebih pilih jalan-jalan atau membeli hal-hal material?

Lebih pilih jalan-jalan. Sampai sekarang, saya belum punya motor, belum punya mobil, belum punya apa-apa. Pokoknya, jalan-jalan itu nomor satu. Habis nikmat sekali. Excited terhadap hal-hal baru itu menyenangkan sekali, kayak Kabayan deh (tertawa).

Apa manfaat yang didapat dari “backpacking”, selain kesenangan melihat tempat baru?

Buat saya pribadi, bisa tumbuh kepercayaan diri. Buat presentasi kerjaan, kadang kan suka gugup. Tapi pas ingat pengalaman jalan-jalan, pernah diinterogasi segala macam, itu semua berimbas ke kehidupan, kalau ada masalah jadi bisa lebih enjoy. Terus karena sudah biasa melihat perbedaan, kita juga jadi lebih arif dan bijak. Terus, foto dan tulisan perjalanan saya juga bisa bermanfaat buat orang lain.

Berminat menyeriusi hobi “travelling”, kemudian khusus menjadi “traveler writer”?

Kayaknya nggak sih. Travelling bukan pekerjaan, tetapi memang tetap menjadi gairah tinggi saya. Kalau penulis, saya berminat. Akan tetapi sebetulnya, saya sudah berani meninggalkan pekerjaan saya, demi travelling. Habis pas bekerja, saya selalu kepikiran, wah pulau ini bagus, pulau itu bagus (tertawa). Itu saya lakukan demi ke Tibet, waktu tahun 2007. Saya sampai berhenti kerja dari perusahaan advertising. Saya keluar kerja karena kalau ke Tibet kan pasti sebulan-an, waktu itu jadinya saya menghabiskan waktu di Tibet sampai 45 hari. Padahal, posisi saya sudah lumayan, waktu itu senior art director, tetapi ya gimana sudah cita-cita ke Tibet dari kecil.

Ada perbedaan tertentu antara “backpacker” orang kita dan luar negeri?

Kalau orang kita, senangnya ke mana-mana, kejar setoran mengunjungi objek wisata gitu. Kalau orang luar negeri, mereka lebih santai. Kalau orang kita kan, biasanya datang, potret-potret terus pergi. Kalau orang luar, lebih menikmati tempatnya dan bisa stay lama. Terus mereka juga lebih berani, usianya muda-muda, dan berencana. Kalau kita, kadang-kadang berprinsip kumaha engke (tertawa). Kayaknya ber-backpacking belum terlalu populer di Indonesia ya.

Ada saran dan kritik untuk pemerintah dalam hal membangun potensi wisata Indonesia?

Pemerintah harusnya peduli untuk me-maintain pariwisata di Indonesia. Ada bule bilang ke saya, Indonesia paling aneh di dunia. Kalau naik angkot, dimahalin. Terus banyak calo. Jadi, orang asing itu kayaknya dikuras, tidak dikasih tahu harga sesungguhnya. Harusnya sih nggak ada tarif turis asing dan turis domestik, harusnya disamakan saja. Padahal kita banyak potensi wisata. Ketika ke Pulau Phi Phi, ah menurut saya yang begini juga di Pulau Bintan tidak kalah cantik. Cuma kalau di kita, pas turun langsung dikerubutin calo, kalau di Phi-phi para turis serasa dimanja. Terus, ketersediaan data diperbaiki. Kalau ada orang bertanya saya, apa saja hotel di Bangkok, saya tahu. Tapi kalau saya ditanya penginapan di Garut, saya susah mencari datanya.

Ada obsesi belum terwujud?

Saya ingin backpacker menjadi lifestyle. Saya kan suka membuat trip bersama. Saya ngajak orang-orang jalan-jalan ke mana, saya jadi guide-nya, nah lumayanlah dari situ tiket pesawat dan makan itu dibayarin, jadi saya dapat jalan-jalan gratis. Nah, ke depan saya ingin sekali merencanakan umrah backpacker. Kadang saya suka disindir, sudah ke sana ke sini, tapi kok umrah belum (tertawa). Jadi, nanti rencananya lewat Istanbul. Kalau lewat backpacker bisa hemat biaya haji umumnya sampai setengahnya. ***

dewi irma
kampus_pr@yahoo.com

http://newspaper.pikiran-rakyat.co.id/prprint.php?mib=beritadetail&id=43670

 

29 tanggapan untuk “Balada Backpacker (bag 1)

  1. saya baca tulisan dewi saat di bangkok cari info tentang bangkok, terimakasih infonya cerita2 nya menarik dan lanjutkan cita2mu nak semoga kesuksesan sll tercapai dan dimudahkan dr sgl upaya

  2. kalau ada info2 lagi kirim ke email saya yah. tentang info perjalanan dan tempat2 yg menarik serta kendalanya, kebetulan saya sangat senang berpetualang.. terim ksih sebelumnya..

  3. halo
    saya bersama istri dan seorang teman berencana travel ke melbourne pada minggu ke 2 bulan maret 2011.
    klo ada teman2 yg pernah travel ke sana, bagi2 donk informasi dan tips2 nya.
    klo ada diantara teman2 yg punya rencana yg sama, gmn klo kita gabung.

  4. woowww……keren banget….meskipun hobbi dari kecil jalan-jalan, Baru sekarang terpikir jadi backpacker untuk memenuhi semua impianku keliling dunia…Tahun ini pertama kali menginjakkan kaki ke luar negeri, tentunya bukan ala backpacker. Mulai sekarang mengatur rencana lebih baik lagi untuk bisa keliling asia ala backpacker seorang diri…mohon infonya ya..keep spirit

  5. Kalau sekeluarga Ayahnya 50 tahun ibunya 47 tahun 3 anak remaja termuda 16 tahun bisa nggak ikutan umroh backpackeran he he he. Kita dulu haji juga back pakeran pas 2003 berangkatnya dari jerman sebab kebetulan ada penelitian di sana. masalahnya aturan umroh sekarang gak bisa ( Visa dibundling dengan Hotelnya pakai provider segala), emang di Istambul kagak ada aturan harus pakai provider cariin informasi ya kalau bisa …kita berani nih pas akhir ramadhan 2012

  6. benar sekali,..
    dgn melihat dunia luar selain Indonesia, menjadikan sy pribadi yg open-minded, lbh arif, lbh tahan banting , menghargai perbedaan ( yg sgt kurang di neg ini sayang sekali..! )
    byk generasi muda sekarang = spt katak dlm tempurung….
    coba klo sdh ke LN pasti berubah….

  7. Mantap bgt!!!!!!!!hasrat traveler tinggi..tp msh takut gak pnya penghasilan,,trus lbh susah lg ngebolang,,hehehhehe

  8. backpacker kepuasan tersendiri, sambil bulan madu boleh juga sama isteri, al hamdulillah orang banjarmasin ini dah menapaki 2/3 kota di indonesia

Tinggalkan Balasan ke millia Batalkan balasan